Sang Pemilik dua sayap "Jafar bin Abi Thalib"
Jawaban Ja'far atas Pertanyaan tentang Nabi Isa As.
"Ummu Salamah berkata: Kemudian Najasyi menoleh kepada Ja'far bin Abi Thalib dan berkata: 'Apakah kamu memiliki sesuatu dari apa yang di bawa oleh nabi kalian dari Allah?' Ja'far menjawab: "Ya".
Lalu Najasyi berkata: "Bacakanlah itu kepadaku.' Maka Ja'far membacakan ayat:
{ كۤهیعۤصۤ (1) ذِكۡرُ رَحۡمَتِ رَبِّكَ عَبۡدَهُۥ زَكَرِیَّاۤ (2) إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥ نِدَاۤءً خَفِیࣰّا (3) قَالَ رَبِّ إِنِّی وَهَنَ ٱلۡعَظۡمُ مِنِّی وَٱشۡتَعَلَ ٱلرَّأۡسُ شَیۡبࣰا وَلَمۡ أَكُنۢ بِدُعَاۤىِٕكَ رَبِّ شَقِیࣰّا (4) }
"Kaaf Haa Yaa 'Ain Shad. (Ini adalah) peringatan tentang rahmat Tuhanmu kepada hamba-Nya Zakaria, ketika ia memohon kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Dia berkata: "Wahai Tuhanku, tulangku telah lemah dan kepalaku telah beruban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Allah".
[Surat Maryam: 1-4]
Sampai dia membaca satu halaman surah Maryam.
Ummu Salamah berkata: "Maka Najasyi menangis hingga janggutnya basah dengan air mata, dan para uskupnya juga menangis hingga membasahi kitab-kitab mereka karena mendengar ayat-ayat Allah tersebut".
Di sinj Najasyi berkata kepada kami: "Sesungguhnya apa yang datang kepada Nabimu ini adalah sama seperti apa yang datang kepada Isa As, ia datang dari cahaya yang satu...".
Lalu di menoleh kepada Amru bin Ash dan sahabatnya sambil berkata, "Pergilah kalian berdua! Demi Allah, saya tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian selamanya."
"Ummu Salamah berkata: Ketika kami keluar dari istana Najasyi, Amru bin Ash mengancam kami dan berkata kepada temannya:
"Demi Allah, saya akan menemui raja lagi besok dan akan menyebutkan hal-hal tentang mereka yang akan membuat hatinya penuh kebencian dan membakar dendam di dalam hatinya, Saya akan membuat raja untuk memusnahkan mereka sampai akar-akarnya".
Abdullah bin Abi Rabi'ah mengatakan kepadanya, "Jangan lakukan itu, wahai Amru, karena mereka adalah kerabat kita, meskipun mereka bertentangan dengan kita".
Amru berkata kepadanya, "Biarkanlah, saya akan memberitahukan raja tentang mereka, sehingga akan membuat mereka gemetar karena takut".
"Demi Allah, saya akan benar-benar memberitahu raja bahwa mereka menganggap Yesus bin Maryam sebagai seorang hamba".
Pada keesokan harinya, Amru datang mengunjungi Najasyi kembali dan berkata kepadanya, "Wahai Raja, orang-orang yang engkau berikan tempat tinggal dan perlindungan kepada mereka, mengatakan hal-hal besar tentang Isa bin Maryam, maka, kirimkanlah seseorang kepada mereka dan tanyakanlah kepada mereka mengenai apa yang mereka katakan tentang Isa."
Kemudian Ummu Salamah berkata, "Setelah kami mengetahui hal tersebut, kecemasan dan kegelisahan menghinggapi kami seperti belum pernah kami rasakan sebelumnya".
kami saling bertanya satu sama lain, "Apa yang akan kita katakan tentang Isa bin Maryam jika Raja bertanya kepada kita?'"
Kami menjawab, "Demi Allah, kami tidak akan mengatakan tentang dia kecuali apa yang telah dikatakan oleh Allah, dan kami tidak akan keluar secuil pun dari apa yang telah diberitakan oleh Nabi kita, dan biarlah ada sebab untuk itu".
Kemudian, kami sepakat untuk membiarkan Ja'far bin Abi Thalib yang berbicara untuk kami lagi.
Ketika Najasyi memanggil kami, kami masuk dan mendapati dia masih duduk dengan posisi yang sama seperti sebelumnya dengan para pembesar disekitarnya.
Kami melihat 'Amr bin al-'Ash dan temannya berada di sisinya. Ketika kami duduk di antara mereka, kami dimulai dengan pertanyaannya, "Apa pendapatmu tentang Isa bin Maryam?"
Ja'far bin Abu Thalib menjawab, "Kami hanya mengatakan tentangnya apa yang dijelaskan oleh Nabi kami Saw".
Kemudian Al-Najasyi bertanya, "Apa yang dikatakan tentangnya?"
Ja'far menjawab, "Kami mengatakan bahwa dia adalah hamba Allah, rasul-Nya, dan ruhnya serta kalimat-Nya yang Dia wahyukan kepada Maryam, seorang wanita yang suci".
Ketika Al-Najasyi mendengar jawaban Ja'far, dia mengetuk tanah dengan tangannya dan berkata, "Demi Allah, Isa bin Maryam tidak keluar dari ajaran yang disampaikan oleh Nabi Anda bahkan sehelai rambut pun".
Para pejabat sekitarnya terkejut dengan kata-katanya dan mengingkari apa yang didengarnya.
Lalu Najasyi berkata kepada mereka, "Jika kamu tidak setuju, maka pergi dan kalian aman".
Najasyi pun menoleh kepada kami dan berkata "Siapa yang menghina kalian akan disanksi dan siapa yang menentang kalian akan dihukum."
"Demi Allah, aku tidak senang memiliki gunung emas, atau salah satu dari kalian tertimpa keburukan"
Kemudian dia menoleh ke arah 'Amru dan temannya dan berkata, "Berikanlah hadiah ini pada kedua orang ini, aku tidak membutuhkannya."
Ummu Salamah berkata: "Kemudian 'Amru dan temannya pergi dengan hancur dan kecewa, sedangkan kami tinggal bersama Al-Najashi dalam kedamaian dan kehormatan."
Jafar bin Abi Thalib dan istrinya tinggal di istana Najasyi selama 10 tahun dengan aman dan tenteram.
Ja'far dan Rombongan Umat Islam Meninggalkan Habasyah
Pada tahun ketujuh Hijriyah, mereka meninggalkan negeri Ethiopia bersama sekelompok muslim untuk menuju Yatsrib (Madinah). Ketika mereka tiba di Yatsrib, Nabi Muhammad baru kembali dari penaklukan Khaibar.
Nabi Saw sangat gembira bertemu dengan Ja'far dan dia berkata, "Saya tidak tahu mana yang lebih membuatku senang, apakah karena kemenangan di Khaibar atau karena kedatangan Ja'far?"
Kegembiraan kaum muslimin pada umumnya dan kaum miskin pada khususnya tidak kalah dengan kebahagiaan Nabi Muhammad Saw. Jafar sangat peduli dengan kaum yang lemah dan menjadi pengasuh bagi orang miskin, sehingga dia dijuluki "Ayah Orang Miskin".
Abu Hurairah mengabarkan bahwa Jafar adalah orang terbaik bagi kami, -bagi golongan orang miskin- Dia akan membawa kami ke rumahnya dan memberi makan apa yang dia miliki. Ketika makanannya habis, dia akan mengeluarkan sebuah wadah kecil yang berisi mentega dan kami akan membaginya dan menjilati apa yang menempel di dalamnya...
Ja'far Terpilih Menjadi Pemimpin di perang Mu'tah
Ja'far bin Abi Thalib tidak lama tinggal di Madinah, karena pada awal tahun kedelapan Hijriyah, Nabi Muhammad saw menyiapkan pasukan untuk melawan Romawi di wilayah Syam. Beliau menugaskan Zaid bin Harithah untuk memimpin pasukan dan berkata, "Jika Zaid tewas atau terluka, maka kepemimpinan beralih kepada Ja'far bin Abi Thalib sebagai penggantinya. Jika Ja'far tewas atau terluka, maka kepemimpinan beralih kepada Abdullah bin Rawahah yang akan mengomando mereka. Jika Abdullah bin Rawahah tewas atau terluka, maka kaum Muslim hendaklah memilih pemimpin diantara mereka sendiri.'"
Ketika pasukan Muslim tiba di Mu'tah, yaitu sebuah desa di perbatasan Syam di Yordania, mereka menemukan bahwa pasukan Romawi telah mempersiapkan 100.000 tentara dan 100.000 lagi dari suku-suku Arab Kristen seperti suku Lakhm, Judzam, Qudha'ah, Ghassan, dan lain sebagainya. Sementara pasukan Muslim hanya terdiri dari 3.000 orang.
Ketika kedua pasukan bertemu dan pertempuran dimulai, Zaid bin Haritsah terbunuh dengan cara menyerang tanpa mundur.
Kemudian Jafar bin Abi Thalib dengan cepat memegang kendali, melompat dari punggung kudanya dan membunuh kuda musuh dengan pedangnya sehingga musuh tidak bisa menggunakannya. Lalu dia mengambil bendera dan menyerang barisan Romawi sambil menyanyikan syair tentang surga.
يَا حَبَّذَا الجَنَّةُ وَاقْتِرَابُهَا # طَيِّبَةٌ وَبَارِدٌ شَرَابُهَا
Oh betapa indahnya Surga dan semakin dekat dengannya, indah dan dingin minumannya
والرُّومُ رُومٌ قَدْ دَنَا عَذَابُهَا # كَافِرَةٌ بَعِيدَةٌ أَنْسَابُهَا
Sementara Romawi telah dekat siksaannya, orang Kafir yang jauh keturunannya
عَلَيَّ إِذْ لَاقَيْتُهَا ضِرَابُهَا
Namun bagiku, saat aku bertemu dengannya, semua kepedihan terasa ringan.
Jafar terus bergerak maju ke barisan musuh sambil memegang pedangnya dan melompat sambil menyerang sampai tangan kanannya terputus oleh pedang lawan. Dia kemudian memegang bendera dengan tangan kirinya dan terus bertempur. Namun, kemudian lengan kirinya juga terputus sehingga ia memegang bendera dengan dadanya dan pundaknya. Akhirnya, Jafar terbunuh oleh serangan yang membelahnya menjadi dua bagian.
Kemudian Abdullah bin Rawahah mengambil bendera dari tangan Ja'far bin Abi Thalib dan terus berperang sampai dia menyusul kedua sahabatnya.
Kesedihan Rasulullah atas Syahidnya Ja'far
Rasulullah saw. mendapat kabar bahwa ketiga panglimanya telah meninggal dunia, sehingga ia sangat sedih dan menyakitinya. Ia kemudian pergi ke rumah sepupunya, Ja'far bin Abi Thalib, Nabi Saw bertemu dengan istri Ja'far, Asmaa binti Umais, yang sedang mempersiapkan diri untuk menyambut suaminya yang tidak ada di sana.
Asmaa telah membuat roti, memandikan anak-anaknya, mengoleskan minyak pada mereka, dan mengenakan pakaian yang bagus pada mereka.
Asmaa berkata, "Ketika Rasulullah saw. datang menemui kami, aku melihat kesedihan yang sangat kuat di wajahnya. Aku merasa takut di hatiku, namun aku tidak ingin bertanya kepadanya tentang Ja'far karena takut mendengar sesuatu yang tidak aku sukai."
Kemudian Rasulullah SAW mengucapkan salam dan berkata, "datangkan kepadaku anak-anak Ja'far". Aku pun memanggil mereka.
Mereka bergegas datang ke arahnya dengan senang hati dan gembira dan saling ingin mendapatkan belaiannya. Lalu Rasulullah jatuh dihadapan mereka, menciumi mereka, dengan air mata yang berderai.
Aku pun bertanya, "Ya Rasulullah, mengapa kamu menangis? Apakah ada sesuatu yang ingin kamu sampaikan tentang Ja'far dan teman-temannya?"
Rasulullah SAW menjawab, "Ya..., mereka telah menjadi syahid hari ini".
Pada saat itu, senyum di wajah anak-anak hilang ketika mereka mendengar ibu mereka menangis terisak-isak. Mereka membeku di tempat mereka seolah-olah burung-burung sedang di atas kepala mereka.
Adapun Rasulullah ﷺ pergi sambil menyeka air matanya dan mengucapkan:
اللهمَّ اخْلُفْ جَعْفَراً في وَلَدِهِ
"Ya Allah, gantilah Ja'far dengan anaknya".
. اللَّهُمَّ اخْلُفْ جَعْفَراً فِي أَهْلِهِ
"Ya Allah, gantilah Ja'far dengan keluarganya".
Kemudian beliau berkata:
"Saya melihat Ja'far di surga, dia memiliki dua sayap yang merah karena darah dan dia dicat dengan warna yang indah."
Wa Allahu A'lamu bi Shawab
by: Umm_Chaera
Sumber:
Kitab, Shuwar min Hayatis Shahabah
Baca juga kisah sahabat