Kisah Sahabat Rasul: Zaid bin Haritsah [1]

Zaid bin Haritsah

 Kerelaan Seorang Anak Remaja Memilih Orang Lain daripada Orang Tuanya "Zaid bin Haritsah [1]"

"Demi Allah, Zaid bin Haritsah pernah menjadi khalifah dalam urusan penting dan dia adalah orang yang paling aku sayangi di antara manusia lainnya." [Muhammad Rasulullah]



Kehidupan Zaid Sebelum Bersama Nabi


Su'da binti Tsa'labah pergi untuk mengunjungi keluarganya ke suku Bani Ma'n, dan ia membawa anak laki-laki bersamanya, Zaid bin Haritsah al-Ka'bi.


Ketika mereka tiba di tempat tujuan, tiba-tiba suku Bani Qain menyerang mereka, dengan menjarah harta benda, merampas unta, dan menculik perempuan-perempuan mereka. Diantara yang mereka bawa bersamanya adalah anaknya Zaid bin Haritsah.


Pada saat itu, Zaid bin Haritsah masih seorang anak kecil yang baru beranjak sekitar delapan tahun. Mereka kemudian membawa Zaid ke pasar 'Ukaz dan menjualnya. Dia dibeli oleh seorang kaya dari suku Quraisy bernama Hakim bin Hizam bin Khuwailid dengan harga empat ratus dirham, dia juga membeli beberapa budak anak laki-laki kecil, kemudian kembali ke Mekah bersama mereka.


Ketika bibinya, Khadijah binti Khuwailid, mengetahui kedatangannya, dia mengunjunginya dan menyapanya dengan mengucapkan selamat datang kepadanya. Kemudian Hakim berkata kepadanya:


"Wahai bibi, aku telah membeli beberapa budak dari pasar 'Ukaz. Pilihlah siapa yang kamu suka, sebagai hadiah untukmu "


Kemudian, Khadijah melihat wajah para budak yang dibeli oleh Hakim dan memilih Zaid bin Haritsah karena dia terlihat memiliki tanda-tanda kecerdasan. Lalu dia membawanya.


Tidak lama setelah itu, Khadijah menikah dengan Muhammad bin Abdullah dan ingin menyenangkannya dengan memberikan memberikan hadiah kepadanya. Dia tidak menemukan yang lebih baik dari pelayannya selain Zaid bin Haritsah, sehingga dia memberikannya sebagai hadiah.


Ketika anak laki-laki yang beruntung itu berada di bawah perlindungan Muhammad bin Abdullah dan dioerlakukan dengan sangat baik, dia merasa nyaman dengan kebaikan akhlak dan sifat Nabi.


Kepedihan Orang Tuanya atas Kehilangan Anaknya Zaid


Sedangkan Ibunya merasa sedih karena kehilangannya hatinya, kesedihan tak pernah berhenti, dan dia tidak merasa tenang di mana pun berada. Ditambah lagi dia tidak tahu apakah anaknya masih hidup ataukah telah meninggal dunia. Dia akhirnya putus asa.


begitu pun Ayahnya, dia mencari keberadaannya di setiap tempat, dan menanyakan tentangnya kepada setiap orang yang melewatinya, dan menulis syair kesedih tentang kerinduan padanya, yang membuatnya membuat hatinya terluka, dia berkata:



بَكَيْتُ عَلَى زَيْدٍ وَلَمْ أَدْرِ مَا فَعَلْ # أَحَيٌّ فَيُرْجَى أَمْ أَتَى دُونَهُ الْأَجَلْ؟


"Aku menangisi Zaid tanpa tahu apa yang harus dilakukan, Apakah dia masih hidup dan bisa diharapkan ataukah dia telah dijemput oleh kematian"


فَوَاللَّهِ مَا أَدْرِي وَإِنِّي لسَائِلٌ # أَغَالَكَ بَعْدِي السَّهْلُ أَمْ غَالَكَ الْجَبَلْ


"Demi Allah, aku tidak tahu dan bertanya-tanya. Apakah engkau pergi kedataran ataukah ke tingginya pegunungan"


تُذَكِّرُنِيهِ الشَّمْسُ عِندَ طُلُوعِهَا # وَتَعْرِضُ ذِكْرَاهُ إِذَا غَرْبُهَا أَفَلْ


"Matahari terbit membuatku mengingatnya, dan ingatan tentangnya muncul saat tenggelam"


سَأُعْمِلُ نَصَّ الْعِيسِ فِي الْأَرْضِ جَاهِداً # وَلَا أَسْأَمُ التَّطْوَافَ أَوْ تَسْأَمَ الإِبل


"Saya akan berusaha keras mencarinya di atas bumi ini, dan aku tak akan pernah bosan mengelilinginya bersama unta ini"


حياتي، أَوْ تَأْتِي عَلَيَّ مَنِيَّتِي # فكل امْرِئٍ فَانٍ وَإِنْ غَرَّهُ الأَمَل


"Hidupku, atau ajalku akan datang menemuiku, karena setiap manusia pasti akan mati meski ia terpedaya oleh angan tinggi".


Zaid Memilih antara Nabi Saw dan Orang Tuanya


Pada salah satu musim haji, sekelompok orang dari suku Zaid pergi ke Ka'bah untuk melakukan tawaf di Ka'bah. Lalu tiba-tiba mereka berpapasan dengan seorang yang mirip Zaid. Mereka saling mengenal dan berbicara dengannya. Setelah mereka menyelesaikan ritual haji, mereka kembali ke kampung halaman, dan mengabarkan kepada Harithah tentang kejadian yang mereka lihat dan mereka dengar.



Maka dengan cepat Haritsah menyiapkan kendaraannya, membawa harta yang cukup yang digunakan sebagai tebusan penyejuk mata hatinya, dia mengajak saudaranya Ka'ab, dan berangkat dengan cepat menuju Makkah.


Setibanya di sana, mereka mengunjungi Muhammad bin Abdullah dan berkata, "Wahai putra 'Abdul Muthalib, kalian adalah tetangga Allah yang selalu membantu orang yang lemah, memberi makan orang yang lapar, dan menolong orang yang tertimpa musibah".


"Kami datang kepadamu karena anak kami berada di sisimu, kami membawakan untukmu hadiah dari sisa harta kami... bermurah hatilah kepada kami, dan tebus kami seperti apa yang kau kehendaki".


Muhammad bin Abdullah bertanya, "Siapakah anakmu yang kalian maksud?"


Mereka menjawab, "Anak laki-lakimu Zaid bin Haritsah."


Lalu Muhammad berkata, "Apakah kalian memiliki yang lebih baik dari pada tebusan?"


Mereka bertanya, "Apa itu?"

Muhammad menjawab, "Aku akan memanggilkan Zaid untuk kalian, lalu kalian bisa memilih antara membiarkannya bersama kalian atau membiarkannya bersama saya. Jika dia memilih kalian, maka dia akan menjadi milik kalian tanpa harus memberikan harta sedikitpun. Namun jika dia memilih saya, maka demi Allah saya senang terhadap siapa yang dia pilih."


Kemudian keduanya berkata, "Engkau benar-benar adil dan sangat adil"


Lalu Muhammad memanggil Zaid dan bertanya, "Siapa mereka berdua?"


Zaid menjawab, "Ini ayahku Haritsah bin Syurahil dan ini pamanku Ka'ab".


Muhammad berkata, "Aku telah memberikanmu pilihan: jika kamu ingin, kamu bisa pergi bersama mereka berdua, dan jika kamu ingin, kamu bisa tinggal bersamaku."


Kemudian tanpa ragu-ragu, Zaid menjawab, "Aku akan tinggal bersamamu".


Ayahnya berkata, "celakalah kamu wahai Zaid, apakah kamu memilih perbudakan daripada ayahmu dan ibumu!."


Namun Zaid menjawab, "Aku telah melihat sesuatu dalam diri orang ini dan aku tidak akan pernah meninggalkannya selamanya."


Nabi Saw Mengangkat Zaid Sebagai Anak


Setelah Nabi Saw melihat Zaid terhadap apa yang dia lakukan, Nabi Saw menggenggam tangannya dan membawanya ke Masjidil Haram, di hadapan sekelompok orang Quraisy, Muhammad berdiri di Hijir dan berkata, "Wahai orang Quraisy, saksikanlah bahwa anak ini (Zaid) akan menjadi putraku yang mewarisiku dan aku mewarisinya."


Melihat hal itu Ayah dan pamannya merasa senang dan pulang kembali ke kampung halamannya dengan tenang dan lega meninggalkan anaknya bersama Muhammad bin Abdullah.


Sejak hari itu, Zaid bin Haritsah dipanggil sebagai Zaid bin Muhammad, dan ia dikenal sebagai Zaid bin Muhammad sampai Rasulullah saw diutus dan Islam menghapuskan adopsi, di mana ayat di dalam Al-Quran menetapkan:


ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ


"Panggillah mereka dengan nama ayah mereka." (QS. Al-Ahzab: 5).


Setelah itu, Zaid kembali dipanggil dengan nama aslinya, yaitu Zaid bin Haritsah.


Bersambung ....


By: Umm_Chaera


Sumber:

Kitab, Shuwar Min Hayatis Shahabah


Baca juga Kisah Sahabat Rasul

Ikrimah bin Abu Jahal [1]

Suraqah Bin Malik [1]


Suraqah Bin Malik [2]


Khalid bin walid [1]


Utsman bin Affan [1]


Utsman bin Affan [2]


Zaid bin Haritsah [1]


Zaid bin Haritsah [2]

Ja'far bin Abi Thalib [1]

Jafar bin Abi Thalib [2]

Amru Bin Ash



LihatTutupKomentar